Pada hibah penelitian dosen di DTAP tahun 2019, telah dilakukan simulasi dan penelitian terhadap kondisi termal di area Kota Baru. Adapun rangkuman dari hasil simulasi dan penelitian tersebut adalah sebagai berikut :
Abstrak :
Merancang akses surya di area perkotaan sangat penting untuk memungkinkan optimalisasi efisiensi energi bangunan, kenyamanan termal manusia, integrasi sistem aktif surya, atau rencana penempatan penghijauan perkotaan yang tepat. SImulasi dan penelitian ini mengeksplorasi dampak ketinggian bangunan pada akses matahari ke urban canyon yang khas di persimpangan komersial Wirobrajan, Yogyakarta. Integrasi software computational design dan environtment simulation digunakan untuk menilai rancangan peraturan tata ruang kota Yogyakarta yang baru dikembangkan, yang memungkinkan pembangunan gedung baru setinggi 33m. Ketinggian bangunan dan waktu rata-rata paparan sinar matahari pada bangunan (sunshine hour) digunakan sebagai parameter utama untuk analisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan penurunan akses matahari dengan kenaikan ketinggian rata-rata 1 jam untuk setiap petambahan ketinggian 1 level (3 meter), yang mungkin dianggap tidak signifikan. Namun demikian, hasilnya dapat memberikan beberapa wawasan bagi pemerintah dan perencana kota dalam memutuskan peraturan bangunan untuk kota masa depan.
Metode :
Simulasi termal dilakukan menggunakan proses simulasi digital dengan bantuan software Rhinoceros 3D, Grasshopper, dan plugin tambahan Ladybug. Tujuan utama dari proses simulasi ini adalah untuk mengevaluasi dua skenario kondisi eksisting perkotaan Kotabaru yang ada saat ini dan perubahan ketinggian pembangunan perkotaan di masa depan terkait dengan akses radiasi matahari. Hal ini juga bertujuan untuk mengetahui sejauh mana bentuk dan konfigurasi perkotaan dapat mempengaruhi kinerja bangunan. Perkiraan jumlah jam di mana permukaan terkena sinar matahari menjadi dasar untuk analisis dan evaluasi data
Perubahan tinggi bangunan dilakukan dengan menambah satu lantai (sekitar 3 meter) secara berulang pada bangunan eksisting tanpa mengubah rasio dasar bangunan. Dalam rancangan Perda Tata Ruang Kota Yogyakarta, bangunan lapis pertama di koridor utama kecamatan Wirobrajan diatur sebagai kawasan komersial, sehingga tinggi bangunan maksimal ditetapkan setinggi 33 meter. Proses pengubahan bangunan eksisting di dalam area simulasi yang dipilih telah diatur sesuai dengan rancangan peraturan ini. Karena tinggi bangunan eksisting bervariasi, maka kami atur parameter dalam simulasi dengan mencari tinggi rata-rata bangunan dan menambahkan lantai (3 meter) bangunan hingga tinggi bangunan sama dengan atau sekitar 33 meter. Dalam simulasi, ketinggian bangunan yang disesuaikan tanpa mengubah rasio bangunan dasar.
Hasil dan Kesimpulan :
Untuk keperluan analisis lebih lanjut, durasi matahari harian pada seting simulasi Ladybug ditetapkan antara matahari terbit (05.00) dan matahari terbenam (18.00), dan data tsun rata-rata dikumpulkan sebulan sekali selama satu tahun penuh. Secara umum, hasil simulasi menggambarkan bahwa rata-rata tsun berubah secara bertahap dengan perubahan tinggi bangunan, seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.
Perlu diketahui dari simulasi eksisting kawasan PersimpanganWirobrajan, adanya kepadatan bangunan yang bervariasi pada arah Timur-Barat (sumbu X) dan Utara-Selatan (Sumbu Y) berdampak pada warna awal. Lihat gambar pertama di gambar.2. Koridor Timur-Barat (sumbu X) awalnya didominasi warna oranye, menunjukkan bahwa daerah ini telah terkena paparan sinar matahari langsung yang lebih lama. Koridor Utara-Selatan (Sumbu Y) memiliki bangunan yang lebih padat di bawah sumbu X, yang secara nyata menunjukkan daerah yang lebih kekuningan dibandingkan dengan kawasan atas Koridor Utara-Selatan.
Lihat rangkaian gambar berikutnya pada Gambar.2, warna koridor Persimpangan Wirobrajan Timur-Barat (sumbu X) berangsur-angsur berubah dari kekuningan menjadi kebiruan, kemudian hampir seluruhnya menjadi biru muda dengan sedikit biru tua pada kelompok bangunan yang padat. Pada koridor Utara-Selatan (sumbu Y), perubahan ketinggian bangunan menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap perubahan warna. Ini karena orientasi bangunan yang menciptakan bayangan di koridor jalan, yang mengurangi paparan sinar matahari di permukaan tanah. Semakin tinggi bangunan di koridor sumbu Y ini, semakin banyak bayangan daerah di sisi timur dan barat bangunan, terutama di daerah padat bangunan. Dalam gambar.2, kita dapat melihat warna biru gelap yang lebih besar secara signifikan daripada area lain dalam rangkaian gambar terakhir, yang menunjukkan jumlah paparan sinar matahari yang lebih sedikit.
Dari hasil di atas dapat ditarik kesimpulan adanya hubungan linier antara kedua variabel perubahan ketinggian bangunan terhadap paparan sinar matahari pada bangunan urban . Keseluruhan simulasi dengan 1 kasus dasar dari kondisi eksisting dan 10 perubahan ketinggian bangunan menunjukkan perubahan nyata dari nilai tsun rata-rata dan perubahan warna yang signifikan pada gambar simulasi grafis. Namun, sulit untuk menghilangkan atau mengubah urban fabric yang ada, terutama di daerah perkotaan (Matuszkoa dan Węglarczyk. 2015). Urban fabric di Persimpangan Wirobrajan ini telah menetap dan kemungkinan besar tidak akan berubah secara signifikan, kecuali perpindahan pemilik tanah, yang secara prospektif membangun fasilitas komersial yang lebih tinggi di masa depan.
Penerapan lebih lanjut dari peraturan pemerintah ini dapat mengubah struktur struktur perkotaan di Persimpangan Wirobrajan. Implikasi ini akan membedakan kenyamanan termal perkotaan dan perlu penelitian lebih lanjut untuk mendefinisikan aspek yang lebih kolinear dari konfigurasi bangunan terhadap kenyamanan termal yang ideal di daerah tersebut. Penting juga untuk disebutkan bahwa perubahan ketinggian gedung ini tidak terlalu berdampak pada konfigurasi perkotaan. Variabel ketinggian bangunan ini bukan hanya faktor langsung yang mempengaruhi tsun. Terakhir, kami hanya fokus pada perubahan ketinggian bangunan di sepanjang koridor simpang Wirobrajan, kota Yogyakarta, dalam penelitian ini. Penelitian selanjutnya tentang hubungan antara ketinggian bangunan, penggunaan lahan, konfigurasi perkotaan, dan kenyamanan termal ideal di persimpangan Wirobrajan atau daerah lain direkomendasikan untuk menemukan perubahan yang lebih signifikan, yang berdampak pada kenyamanan termal ideal.